Di era serba digital seperti sekarang, hampir semua hal bisa dilakukan hanya lewat smartphone. Mulai dari belanja, bayar tagihan, transfer uang, sampai investasi kripto atau saham—semuanya ada di genggaman. Tapi, pertanyaan klasik tetap sama: lebih baik menabung atau investasi?
Baca Juga : Pentingnya Manajemen Risiko Investasi di Era Crypto dan Teknologi Finansial
Sebagai seseorang yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia keuangan dan akhirnya mencapai kebebasan finansial di usia 40 tahun, saya bisa bilang: dua-duanya penting. Bedanya, kapan kita harus menabung, dan kapan saatnya berinvestasi, itu yang sering bikin bingung. Mari kita bahas satu per satu.
Kapan Harus Menabung?
Menabung bukan sekadar menyimpan uang di bank. Lebih dari itu, menabung berarti menyiapkan cadangan untuk menghadapi hal-hal yang tidak bisa kita prediksi. Tabungan bisa berbentuk rekening bank, e-wallet dengan bunga, hingga instrumen risk-free seperti deposito atau SBN ritel. Lalu, kapan waktu yang tepat untuk menabung?
1. Belum punya dana darurat
Aturan emas dalam keuangan adalah: siapkan dana darurat minimal 3–6 bulan biaya hidup. Jadi kalau biaya hidup bulanan Rp5 juta, setidaknya punya Rp15–30 juta yang siap dipakai sewaktu-waktu. Kalau ini saja belum ada, jangan terburu-buru investasi—fokus nabung dulu.
2. Pekerjaan atau pendapatan tidak pasti
Di era digital, banyak orang jadi freelancer atau pekerja kontrak. Penghasilan memang bisa besar, tapi fluktuasinya juga tinggi. Kalau ada risiko PHK, kontrak putus, atau orderan sepi, menabung adalah pilihan paling bijak.
3. Ada tujuan besar dalam waktu dekat
Pernikahan, DP rumah, biaya melahirkan, atau persiapan sekolah anak, semua butuh dana pasti dan relatif cepat. Untuk tujuan jangka pendek ini, menabung jauh lebih aman daripada investasi yang nilainya bisa naik-turun.
Kapan Harus Investasi?
Kalau tabungan sudah aman, barulah kita bisa mulai bicara investasi. Ingat, investasi bukan sekadar “coba-coba” beli aset, tapi mengalokasikan dana secara rutin dengan tujuan jangka panjang. Nah, kapan saatnya mulai investasi?
1. Sudah punya dana darurat dan uang berlebih
Jangan investasi dengan uang makan atau uang kos. Investasi hanya boleh dilakukan dengan dana sisa setelah kebutuhan dan dana darurat aman.
2. Siap menanggung risiko dan volatilitas
Tidak ada investasi yang bebas risiko. Saham blue chip pun bisa turun, kripto apalagi. Kalau mental sudah siap dengan naik-turun harga, berarti Anda sudah lebih siap untuk investasi.
3. Punya tujuan spesifik
Mau apa dari investasi? Apakah untuk mengalahkan inflasi, menyiapkan dana pensiun, atau menambah kekayaan? Dengan tujuan yang jelas, strategi investasi bisa lebih terarah.
Kenapa Tetap Perlu Pegang Cash?
Walau sudah menabung dan berinvestasi, menyimpan sebagian cash tetap penting. Uang tunai atau saldo e-wallet yang likuid bisa jadi penyelamat di situasi genting.
- Untuk kebutuhan mendesak: cash bisa langsung dipakai tanpa harus jual aset.
- Sebagai safety net: saat market bergejolak, cash bisa menenangkan emosi supaya tidak panik.
- Sebagai amunisi: ketika market turun, cash bisa dipakai masuk ke aset yang sudah terbukti undervalue.
Namun, jangan semua dana disimpan dalam bentuk cash karena nilainya akan terus tergerus inflasi. Gunakan patokan sederhana, misalnya punya minimal Rp10 juta sebagai “Tangga Ternak Uang” pertama sebelum masuk ke instrumen lain.
Baca Juga : 4 Cara Membaca Pengaruh Faktor Makro terhadap Pergerakan Pasar Crypto
Kesimpulan
Generasi digital punya banyak kelebihan: akses keuangan lebih mudah, informasi lebih terbuka, dan pilihan investasi makin beragam. Tapi kemudahan ini sering membuat orang lupa pada prinsip dasar: tabungan dulu, baru investasi.
Ingat, menabung adalah pondasi, investasi adalah tangga menuju tujuan finansial yang lebih tinggi. Tanpa pondasi yang kuat, tangga mudah roboh. Jadi bijaklah membedakan kapan harus menabung, kapan harus berinvestasi, dan selalu selaraskan dengan tujuan hidup Anda.